Nama: FX Deni Iswanto, S.Pd.
CGP Angkatan 2 Kota Bandar Lampung
A. Sintesis Berbagai Materi
Kesimpulan dan
Refleksi Modul 2
Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid pada jalur pendidikan formal. Saat ini guru disebut sebagai pemimpin pembelajaran yang berkaitan langsung dengan perannya dalam pendidikan yaitu seorang coach yang melakukan coaching bagi muridnya. Guru sebagai pelatih berperan memberikan pengawasan dan peluang bagi murid untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Tidak semata-mata menjalankan profesi, guru pun bertanggung jawab dalam tugas kemanusiaan memperlakukan muridnya sebagai mitra dalam menggali potensi dirinya.
Jika
proses coaching berlangsung lancar, maka akan memiliki dampak positif bagi
coachee. Seorang murid akan berada pada keadaan merdeka belajar di mana semua kemampuan
dan potensi belajarnya menjadi lebih maksimal.
Bagi pendidik
yang mengembangkan peran sebagai coach membuat keempat kompetensi menjadi lebih
terasah. Dampaknya aktivitas pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan
bersama murid yang mudah belajar.
Layanan coaching bagi coachee di sekolah dapat mewujudkan Profil Pelajar
Pancasila yaitu Beriman,Bertaqwa kepada Tuhan YME,dan berakhlak mulia, Mandiri,
Bernalar kritis, Kreatif, Bergotong royong , dan Berkebinekaan Global. Guru
harus berusaha memberikan peluang bagi murid menjadi cerdas dan berkarakter
lewat proses coaching.
Pada modul 2.1 CGP belajar tentang pembelajaran
berdiferensiasi dengan membuat pemetaan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran
berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense)
yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada
pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar
tersebut.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to
Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita
dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan belajar (readiness) murid
- Minat murid
- Profil belajar murid
Pada modul 2.2 CGP belajar tentang Pembelajaran Sosial
dan Emosional (CASEL). Pembelajaran
Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif
seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang
dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional
bertujuan untuk:
· memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi.
· menetapkan
dan mencapai tujuan positif.
· merasakan
dan menunjukkan empati kepada orang lain.
· membangun
dan mempertahankan hubungan yang positif serta.
· membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pembelajaran
sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga ruang lingkup:
1. Kegiatan rutin: kegiatan yang dilakukan di
luar waktu belajar akademik. Misalnya, kegiatan membaca bersama, ekskul,
perayaan hari besar, acara sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam pagi bersama,
seminar/pelatihan.
2. Terintegrasi dalam pembelajaran: sebagai strategi pembelajaran
atau diintegrasikan dalam kurikulum. Misalnya, melakukan refleksi setelah
menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja
kelompok untuk memecahkan masalah, dll.
3. Protokol: budaya atau aturan sekolah yang
sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau
sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu.
Misalnya, menjaga ketenangan di ruang perpustakan, berdoa di mushola
sekolah dengan khidmat, dll.
Kesadaran penuh (mindfulness)
menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai
kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada
kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan (The awareness
that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with
curiosity and kindness).
Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan. Fungsi latihan berkesadaran penuh adalah menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
Kesadaran
penuh (mindfulness)
dapat dilatih dan ditumbuhkan melalui berbagai kegiatan. Artinya, kita dapat
melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita
lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari nafas (mindful breathing);
latihan bergerak sadar (mindful
movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran
tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan
menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan
sehari-hari yang mengasah indera (sharpening
the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa,
sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita. Kegiatan-kegiatan di atas
seperti bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan
menyadari seluruh tubuh dengan sadar dapat diawali dengan cara yang paling
sederhana yaitu dengan menyadari nafas.
Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup) adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.
Menurut Hawkins (2017), latihan
berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri
(self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan
sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial
yang menantang, kita berhenti, bernafas dengan sadar, mengamati pikiran,
perasaan diri sendiri maupun orang lain, dan mengambil tindakan yang lebih
responsif, bukan reaktif.
5 kompetensi
sosial-emosional:
1. Kesadaran Diri - Pengenalan
Emosi
2. Pengelolaan Diri – Mengelola
Emosi dan Fokus
3. Kesadaran Sosial -
Keterampilan Berempati
4. Keterampilan Berhubungan
Sosial - Daya Lenting (Resiliensi)
5. Pengambilan Keputusan yang
Bertanggung Jawab
Pada
modul 2.3 CGP belajar tentang coaching. Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun
tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki
lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah
menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid
diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan
arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang
‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif
agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.
Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Perbedaan antara coaching, konseling, dan mentoring
4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:
1) Hubungan saling mempercayai
Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita peduli pada kualitas belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi kita bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan jalan dua arah.
2) Menggunakan data yang benar
Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan dinamika yang
sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah yang sedang dibahas,
maka kesan subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi.
3) Bertujuan menuntun para pihak untuk
optimalisasi potensi
Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan bicara kita untuk mampu
berefleksi atas diri mereka dan mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan
benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi
yang ada akan membuat dampak pada jangka yang lebih panjang.
4) Rencana tindak lanjut atau aksi
Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi.
Hal ini sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang bertujuan positif
dan efektif.
Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan
kita latih untuk mendukung praktik Coaching, yaitu:
1. Komunikasi
asertif
2. Pendengar
aktif
3. Bertanya
efektif
4. Umpan
balik positif
TIRTA sebagai model coaching dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
4)Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
TIRTA kepanjangan dari:
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Tujuan
Tujuan
Umum (biasanya ini ada dalam
pikiran coach dan beberapa dapat ditanyakan kepada coachee).
Dalam tujuan umum, beberapa hal yang
dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada
coachee adalah:
a. Apa rencana pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?
Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.
Identifikasi
Beberapa hal yang dapat ditanyakan
dalam tahap identifikasi ini
adalah:
a. Kesempatan apa yang kamu miliki
sekarang?
b. Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?
c. Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan
d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?
e. Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih
tujuan?
f. Apa solusinya?
Rencana Aksi
a. Apa rencana kamu dalam mencapai
tujuan?
b. Adakah prioritas?
c. Apa strategi untuk itu?
d. Bagaimana jangka waktunya?
e. Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?
f. Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?
TAnggung jawab
a. Apa komitmen kamu terhadap
rencana aksi?
b. Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?
c. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?
B. Rancangan Tindakan