Powered By Blogger

Senin, 23 Agustus 2021

2.3.a.9. Koneksi Antar Materi - Coaching

 Nama: FX Deni Iswanto, S.Pd.

CGP Angkatan 2 Kota Bandar Lampung




A.  Sintesis Berbagai Materi 

Kesimpulan dan Refleksi Modul 2

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid pada jalur pendidikan formal. Saat ini guru disebut sebagai pemimpin pembelajaran yang berkaitan langsung dengan perannya dalam pendidikan yaitu seorang coach yang melakukan coaching bagi muridnya. Guru sebagai pelatih berperan memberikan pengawasan dan peluang bagi murid untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal.  Tidak semata-mata menjalankan profesi, guru pun bertanggung jawab dalam tugas kemanusiaan memperlakukan muridnya sebagai mitra dalam menggali potensi dirinya.

Jika proses coaching berlangsung lancar, maka akan memiliki dampak positif bagi coachee. Seorang murid akan berada pada keadaan merdeka belajar di mana semua kemampuan dan potensi belajarnya menjadi lebih maksimal.

Bagi pendidik yang mengembangkan peran sebagai coach membuat keempat kompetensi menjadi lebih terasah. Dampaknya aktivitas pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan bersama murid yang mudah belajar. 

Layanan coaching bagi coachee di sekolah dapat mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yaitu Beriman,Bertaqwa kepada Tuhan YME,dan berakhlak mulia, Mandiri, Bernalar kritis, Kreatif, Bergotong royong , dan Berkebinekaan Global. Guru harus berusaha memberikan peluang bagi murid menjadi cerdas dan berkarakter lewat proses coaching.

Pada modul 2.1 CGP belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi dengan membuat pemetaan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid

Pada modul 2.2 CGP belajar tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional (CASEL). Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk:

·       memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi.

·       menetapkan dan mencapai tujuan positif.

·       merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain.

·       membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta.

·       membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga ruang lingkup:

1.    Kegiatan rutin: kegiatan yang dilakukan di luar waktu belajar akademik. Misalnya, kegiatan membaca bersama, ekskul, perayaan hari besar, acara sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam pagi bersama, seminar/pelatihan.

2.    Terintegrasi dalam pembelajaran: sebagai strategi pembelajaran atau diintegrasikan dalam kurikulum. Misalnya, melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah, dll.

3.    Protokol: budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, menjaga ketenangan di ruang perpustakan, berdoa di mushola sekolah dengan khidmat, dll.

Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness).

 

Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan. Fungsi latihan berkesadaran penuh adalah menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

Kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan melalui berbagai kegiatan. Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari nafas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak  yang disertai kesadaran  tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari  gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari  yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita.  Kegiatan-kegiatan di atas seperti bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan menyadari seluruh tubuh dengan sadar dapat diawali dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menyadari nafas.

Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki  ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernafas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, dan mengambil tindakan yang lebih responsif, bukan reaktif.

5 kompetensi sosial-emosional:

1.    Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi

2.    Pengelolaan Diri – Mengelola Emosi dan Fokus

3.    Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati

4.    Keterampilan Berhubungan Sosial - Daya Lenting (Resiliensi)

5.    Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Pada modul 2.3 CGP belajar tentang coaching. Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

Perbedaan antara coaching, konseling, dan mentoring


4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:

1) Hubungan saling mempercayai

Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita peduli pada kualitas belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi kita bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan jalan dua arah.

2) Menggunakan data yang benar

Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan dinamika yang sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah yang sedang dibahas, maka kesan subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi.

3) Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi

Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan bicara kita untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi yang ada akan membuat dampak pada jangka yang lebih panjang.

4) Rencana tindak lanjut atau aksi

Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi. Hal ini sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang bertujuan positif dan efektif.

Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching, yaitu:

1.    Komunikasi asertif

2.    Pendengar aktif

3.    Bertanya efektif

4.    Umpan balik positif

TIRTA sebagai model coaching dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.

1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

4)Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA kepanjangan dari:

T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab

 

Tujuan

Tujuan Umum (biasanya ini ada dalam pikiran coach dan beberapa dapat ditanyakan kepada coachee).

Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:

a. Apa rencana pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee. 

Identifikasi

Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:

a. Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang?
b. Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?
c. Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan
d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?
e. Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih tujuan?
f. Apa solusinya?

Rencana Aksi

a. Apa rencana kamu dalam mencapai tujuan?
b. Adakah prioritas?
c. Apa strategi untuk itu?
d. Bagaimana jangka waktunya?
e. Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?
f. Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?

TAnggung jawab

a. Apa komitmen kamu terhadap rencana aksi?
b. Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?
c. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?


B.  Rancangan Tindakan
















Sabtu, 07 Agustus 2021

Modul 2.1.a.9 Koneksi Antar Materi Modul 2.1

Nama  : FX Deni Iswanto, S.Pd.
CGP Angkatan 2 Kota Bandar Lampung

 

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Penerapannya di Kelas
Untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid 

Pembelajaran diferensiasi menurut Tomlinson (2000) adalah usaha yang dilakukan guru dalam menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.

Tujuan pembelajaran berdiferensiasi untuk setiap siswa adalah pertumbuhan maksimum dari "posisi belajar" mereka saat ini. Sedangkan tujuan untuk guru adalah semakin memahami tentang posisi belajar tersebut sehingga pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Proses pembelajaran diferensiasi lebih menekankan pada kebutuhan individu, karena kita tahu bahwa setiap anak itu unik. Mereka punya ciri khas masing-masing dan terlahir dengan kodrat alam dan zamannya. Dalam hal ini guru hanya bisa menuntun lakunya bukan kodratnya. Guru selalu berusaha untuk memenuhi dan memperhatikan kebutuhan belajar setiap murid yang berbeda-beda. Guru bukan mengajar dengan berbagai cara yang berbeda dalam waktu yang sama. Namun sebelum mengajar guru terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar murid terkait dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Bagaimana guru akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda. Guru menciptakan lingkungan belajar yang "mengundang" murid untuk belajar, mendefinisikan tujuan pembelajaran, melaksanakan penilaian berkelanjutan dengan memanfaatkan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, dan merespon kebutuhan belajar murid.

Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, penilaian berkelanjutan (proses penilaian formatif yang telah dilakukan), refleski guru (bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya, dan juga pengelolaan kelas yang efektif.

Ketika guru melakukan pembelajaran berdiferensiasi mereka menjauh dari melihat diri mereka sendiri sebagai pemilik dan penyebar pengetahuan dan bergerak ke arah melihat diri mereka sendiri sebagai penyelenggara kesempatan belajar. Guru dengan demikian akan lebih fokus pada “membaca” siswa mereka. 

Langkah-langkah dalam pembelajaran  berdiferensiasi:

  1. Menetapkan tujuan pembelajaran (pahami kompetensi dasar atau standar yang akan dicapai, tentukan tujuan pembelajaran).
  2. Melakukan pemetaan kebutuhan siswa (pre tes minat, profil belajar dan kesiapan belajar).
  3. Menentukan strategi dan alat penilaian yang digunakan.
  4. Menentukan kegiatan pembelajaran (konten, proses, produk). 

Strategi diferensiasi ada 3, yaitu:

  1. Diferensiasi Konten merujuk pada strategi dalam membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten yang disampaikan oleh guru.
  2. Diferensiasi Proses merujuk pada strategi untuk membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi (content) materi.
  3. Diferensiasi Produk merujuk pada strategi untuk memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari. 

Diferensiasi menghendaki seorang guru untuk menyadari bahwa ruang kelas harus menjadi tempat di mana guru akan selalu berusaha mengejar pemahaman terbaik mereka tentang pengajaran dan pembelajaran setiap hari, dan juga untuk mengingat setiap hari bahwa tidak ada praktik yang benar-benar praktik terbaik kecuali jika itu berhasil untuk setiap individu. 

Seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa setiap anak merupakan suatu pribadi yang unik, yang mempunyai karakter khas yang membedakannya dengan anak lainnya. Sesungguhnya dari sejak dilahirkan setiap anak mempunyai perilaku, watak, karakter, bakat, minat, tingkat emosional, kecerdasan yang berbeda. Maka setiap anak atau murid harus memperoleh penghargaan maupun perlakuan yang berbeda sebagai seorang individu. Untuk dapat mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki murid dan mencapai hasil belajar yang optimal guru harus memodifikasi pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid yang berbeda beda tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, apakah dari segi konten, proses maupun produknya yang diawali dengan memetakan kebutuhan murid itu sendiri dalam belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pada dasarnya untuk memcapai pemenuhan kebutuhan dan prestasi belajar yang optimal, hal utama yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan memetakan kebutuhan belajar siswa. Guru dapat merancang, menerapkan/melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan siswa itu sendiri. Dengan terpenuhinya kebutuhan belajar siswa yang berbeda- beda, maka prestasi belajar optimal dapat tercapai sesuai dengan harapan.


Salam dan bahagia
#gurubergerak
#Indonesiamaju