Powered By Blogger

Minggu, 17 Oktober 2021

Modul 3.1.a.10 Aksi Nyata - Pengammbilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

MODUL 3.1.A.10 AKSI NYATA

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

OLEH

FX DENI ISWANTO, S.Pd.

CG P ANGKATAN 2

KOTA BANDAR LAMPUNG

 

 

1.    Facts ( Peristiwa )

 Latar belakang tentang situasi yang dihadapi

Sebagai wali kelas 6 yang menentukan murid untuk lulus atau tidak lulus saya merasakan hal yang sangat berat dimasa pandemi ini. Semua terasa sirna saat sekolah mulai dibuka kembali meskipun dengan suasana yang berbeda. Sedikit demi sedikit suasana pembelajaran mulai membaik.  Pembelajaran merasa lebih menarik setelah kurang lebih 1,5 tahun murid belajar secara daring. Semenjak sekolah dibuka  saya mulai mendekati satu per satu murid-murid saya. Dalam 1 minggu murid hanya 2 kali masuk sekolah selama 2 jam sedangkan target pembelajaran dalam 1 minggu menyelesaikan 6 Pb.

Semua persiapan kami lakukan untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara maksimal. Satu hal yang kami pikirkan selain dari kegiatan yang bersifat kognitif, hal yang juga tidak kalah penting yaitu “Kondisi Sosial emosional anak”.

Bagaimana kita sebagai seorang guru dapat menumbuhkan kemampuan sosial emosional anak pada masa pandemi.





Alasan saya melakukan aksi nyata ini

Saya ingin berbagi sharing dengan rekan sejawat dengan apa yang telah saya dapat dan pelajari dari setiap modul yang ada di LMS. Salah satunya yaitu Sosial Emosional Learning yang  membantu saya untuk dapat memecahkan masalah yang terjadi “Menumbuhkan  kemampuan sosial emosional anak“. Selanjutnya , dalam mengatasi masalah  yang terjadi di sekolah saya akan menerapkan “Pengambilan Keputusan sebagai  pemimpin pembelajaran dengan menerapkan 3 prinsip, 4 paradigma dan 9 langkah  pengujian pengambilan keputusan, saya akan berkoordinasi dengan kepala sekolah  untuk menjadwalkan pertemuan bersama rekan sejawat. Dalam kasus tersebut saya  mengambil paradigma Justice vs Mercy dengan prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End - Based Thinking). Disinilah kita sebagai Pemimpin Pembelajaran  mencari tahu cara memecahkan masalah yang terjadi pada masa pandemi ini dalam menumbuhkan kemampuan sosial emosional adalah hal yang terpenting untuk murid. Untuk menyelesaikan dan mengambil keputusan maka saya menerapkan dari 9  langkah pengujian dan pengambilan keputusan terhadap masalah kasus tersebut  adalah:

·         Pertama, mengenali nilai-nilai yang bertentangan. Dalam hal ini adalah jika pembelajaran secara daring dilakukan secara terus menerus maka, murid tidak mendapatkan kemampuan sosial emosional secara maksimal. Karena menumbuhkan kemampuan sosial emosional dapat dilakukan dengan cara tatap muka/bersosialisasi.

·         Kedua, menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. Kepala Sekolah, Guru, orang tua dan murid.

·         Ketiga, mengumpulkan fakta yang relevan. Murid terlihat tidak aktif berkomunikasi dengan teman-temannya, malu untuk menyapa teman dan terlihat pasif dalam pembelajaran.

·         Keempat, melakukan pengujian benar atau salah dengan uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran dan uji panutan. Kesimpulannya tak ada pelanggaran hukum maupun moral tetapi hal ini berlangsung terus menerus maka kemampuan sosialisasi anak tidak tumbuh dan berkembang dengan baik.

·         Kelima, pengujian paradigma benar lawan benar yakni rasa keadilan lawan rasa  kasihan.

·         Keenam, Melakukan 3 prinsip resolusi Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End - Based Thinking).

·         Ketujuh, investigasi opsi trilemma. Membuat program (Budaya Literasi), yaitu mengajak murid membaca buku sebelum memulai pembelajaran dan emancing siswa untuk aktif dalam pembelajaran deng an bertanya jawab setelah membaca buku.

·         Kedelapan, membuat keputusan: Tetap memberikan pembelajaran yang dapat memantik murid untuk menumbuhkan kemampuan sosial emosional secra terjadwal.

·         Kesembilan, melihat kembali keputusan dan melakukan refleksi. Meminta rekan sejawat untuk bersama-sama melakukan refleksi terhadap kasus dilema etika tersebut sehingga jika berdampak baik bagi murid maka akan dijadikan program selama masa pandemi.

2.    Perasaan (Feelings)

Adanya rasa kasih sayang, tanggung jawab dan peduli terhadap tumbuh kembang murid secara optimal di masa Emas (Golden Age).

Yakin dan optimis program tersebut dapat dilaksanakan.

3.    Pembelajaran (Findings)

Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan keseluruhan aksi (baik dari  kegagalan maupun keberhasilan) :

Perlu adanya komunikasi, koordinasi dan kolaborasi atau kerjasama yang  solid dengan seluruh steakholder yang ada di sekolah sebagai panutan.

Menentukan siapa-siapa yang terlibat, fakta yang relevan, dan manfaat yang akan di peroleh.

Adanya komitmen dan mau mengevaluasi sebagai bentuk refleksi.

4.    Penerapan Kedepan (Future)

Rencana perbaikan untuk di masa mendatang

Saya sebagai calon guru penggerak akan melakukan pendekatan secara personal terhadap murid untuk bersama-sama mendukung dan menjalankan “Program Budaya Literasi” dengan tetap menjaga dan melaksanakan protocol kesehatan saat belajar di sekolah.

Keterampilan pengambilan keputusan pada kasus yang mengandung dilema etika dengan mempertimbangkan empat paradigma dilema etika, tiga prinsip resolusi, sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan harus terus diasah dan dipraktikkan dengan melibatkan kepala sekolah, teman sejawat serta murid sebagai yang paling terdampak dari keputusan yang  kita buat.

Sebagai pendidik, mari mengaktualisasikan semua harapan dan cita-cita dalam perjuangan nyata agar menjadi penggerak bagi ekosistem sekolah dan lingkungan sekitar. Semoga pendidik menjadi penerang dan membawa perubahan besar bagi pendidikan di Indonesia. Tetaplah semangat untuk terus bergerak karena perjalanan kita sebagai pendidik masih panjang.

 


#guru_bergerak

#Indonesia_maju


3.3.a.9 Koneksi Antar Materi - Pengelolalaan Program yang Berdampak pada Murid

 3.3.a.9. KONEKSI ANTAR MATERI

 

OLEH

FX DENI ISWANTO, S.Pd.SD

CGP ANGKATAN 2 KOTA BANDAR LAMPUNG

 


 

Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

 

Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara

 

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

Perguruan Taman Siswa memiliki pedoman bagi seorang guru yang disebut Patrap Triloka. Konsep yang sangat populer ini dikembangkan oleh Suwardi Suryaningrat (nama lain Ki Hajar Dewantara), yaknia: Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun karsa/kemauan/semangat), Tut wuri handayani (dari belakang mendukung). Hal inipun juga tidak lepas dari zaman sekarang ini yang dimana serba modern dan filosofi diatas sangat masih kontekstual untuk diterapkan, meneladani filosofi Pratap Triloka dalam mengambil keputusan merupakan ciri dari seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran.

 

Nilai dan Peran Guru Penggerak

 

Pada penerapan Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran, Nilai dan Peran Guru Penggerak menjadi sangat penting. Nilai dan peran guru, yang Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, dan Berpihak pada anak, menjadi dasar yang sangat kuat bagi guru untuk Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang Merdeka Belajar. Disetiap pengambilan keputusan berpegang pada prinsip-prinsip yang berpihak kepada murid, seorang pemimpin pembelajaran harus mampu memahami perannya sebagai pendidik, mampu membangun motivasi intrinsik dalam diri maupun bagi murid.

 

Visi Guru Penggerak

 

Guru dapat mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan tumbuhnya murid merdeka yang memiliki kemandirian dan motivasi intrinsik yang tinggi? Maka atas pertanyaan itulah, guru perlu terus berlatih meningkatkan kapasitas dirinya dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng sesama dan mentransformasikannya menjadi harapan bersama. Dari sana, baru kemudian dilanjutkan dengan segala upaya gotong-royong yang diperlukan demi pencapaian harapan bersama tersebut. Harapan kita adalah visi kita. Visi kita sekarang adalah masa depan murid kita. Masa depan murid kita adalah masa depan bangsa kita, Indonesia.

 

Budaya Positif

 

Pendidikan dalam masa pandemi masih memunculkan banyak masalah karena fasilitas yang kurang memadai. Disini saya akan memunculkan budaya positif. Untuk menjadikan kebiasaan positif di kelas menjadi sebuah budaya sekolah dan visi sekolah tentunya dibutuhkan pemikiran dan kesepakatan bersama yang digali dari ide yang dicapai bersama yang dituangkan berdasarkan mimpi-mimpinya, nilai-nilai yang diyakini oleh warga sekolah, dan impian normatif kolektif warga sekolah. Masing-masing guru dapat menyampaikan praktik baik yang sudah dilakukan di kelasnya masing-masing untuk kemudian sekiranya baik dapat diadopsi dan diadaptasi menjadi praktik baik sekolah. Dari hal tersebut kita dapat menggali nilai-nilai budaya positif dan kebiasaan positif apa yang menjadi budaya positif sekolah untuk kemudian dituangkan secara tertulis menjadi visi sekolah.

 

Pembelajaran Berdeferensiasi

 

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1.           Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

2.           Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas.
Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.

3.           Penilaian berkelanjutan.
Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

4.           Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

5.        Manajemen kelas yang efektif.
Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode
yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

 

Pembelajaran Sosial dan Emosional

 

Memiliki kecerdasan intelektual tidak cukup menjadikan seseorang menjadi sukses, karena disaat kita tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka kita tidak dapat melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya disaat sosial emosional baik maka kita dapat mengatur segala macam emosi (sedih, gembira, haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat.

Kesuksesan tidak hanya di dapatkan dari pendidikan yang tinggi atau nilai akademik yang tinggi. Namun Kesuksesan bisa di dapat dari rasa sosial-emosional yang baik sehingga dengan demikian ia akan bermanfaat bagi orang-orang yang ada disekitarnya.

Pembelajaran sosial emosional adalah proses pembelajaran yang dimulai dengan pembentukan kesadaran dan kontrol diri serta kemampuan dalam berkomunikasi. Hal ini penting diberikan kepada anak didik agar mereka mampu bertahan dan sekaligus dapat mengatasi setiap permasalahan sosial emosional yang dialaminya. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara latihan berkesadaran penuh (mindfulness).

Salah satu latihan diri yang dapat digunakan adalah dengan teknik STOP, yaitu: S: Stop (berhenti sejenak), T: Take a deep break (Menarik nafas dalam), O: Observe (Mengamati apa yang terjadi pada tubuh, pikiran dan perasaan), P: Proceed (Lanjutkan).

Dalam menumbuhkan dan mengembangkan pembelajaran sosial emosional tersebut, ada 5 kompetensi dasar yang dapat dikembangkan yaitu:

1.          Kesadaran diri;

2.          Pengelolaan diri;

3.          Kesadaran sosial (Empati);

4.          Keterampilan sosial (Resiliensi) dan

5.          Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

 

Coaching

 

Coaching adalah salah satu praktik pembelajaran yang berpihak kepada murid, couching itu adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. (Grant, 1999).  Couching dapat melejitkan potensi yag dimiliki seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya, diri dan kemampuan serta potensi yang dimilikinya.

Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya, segala solusi dan keputusannya diberikan kepada coachee mana yang menjadi pilihannya, peran coach hanya membantu dan mengarahkan saja. 4 kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang coach, yaitu: Keterampilan Membangun proses coaching (terkait dengan Penerapan KSE) Keterampilan membangun hubungan baik (terkait dengan nilai dan peran Guru penggerak) Keterampilan berkomunikasi (terkait dengan filosofi dan pembelajaran berdiferensiasi) Keterampilan memfasilitasi proses pembelajaran (terkait dengan proses Inquiry apresiatif dan BAGJA) TIRTA : satu model coaching untuk konteks pendidikan.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung jawab.

Dengan menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach dan Praktik coaching sebagai salah satu praktik baik menjadi Budaya positif yang melekat sebagai dedikasi bagi guru yang bisa dilakukan secara menyeluruh pada ekosistem sekolah demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang Merdeka Belajar.

Teknik coaching sejatinya merupakan teknik komunikasi asertif untuk mengali potensi dan memaksimalkannya yang dimana hal tersebut penting dilakukan dan diterapkan sebelum pengambilan keputusan, terutama dalam tahap pengujian serta 9 langkah pengambilan keputusan.

 

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

Banyak hal dalam hidup ini yang harus dipikirkan dengan bijaksana terutama berkaitan dengan pengambilan suatu keputusan. Sering kali bertindak terlebih dahulu tanpa memikirkan apakah itu keputusan yang tepat untuk diambil atau tidak. Ataukah keputusan yang akan diambil dapat melukai hati orang lain yang membuat suasana tidak nyaman dalam suasana kerja yang sifatnya adalah kerja team. Akan tetapi dalam mengambil keputusan dengan dalil demi "menyehatkan" diri dan bathin sendiri tanpa memikirkan pendapat dan perasaan orang lain, yang akhirnya memunculkan dilema dalam diri apakah keputusan itu saya lakukan demi kebaikan orang banyak.

Ketika kita menghadapi sebuah dilema akan ada nilai-nilai kebajikan yang mendasari yang bertentangan dan harus menjadi pilihan, karena nilai dan prinsip sangat berkaitan erat dan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari prilaku manusia disadari maupun tidak kedua hal inilah yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan.

Seorang pemimpin pembelajaran tentunya diharapkan mampu mengambil keputusan yang dapat membawa dampak positif pada terciptanya lingkungan yang kondusif, aman dan nyaman bagi murid sehingga mampu membuat sebuah perubahan yang lebih baik yang dapat mempengaruhi kehidupan di lingkungan sosial di sekitarnya serta dapat menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada murid agar kedepannya murid dapat merasakan kemerdekaan belajar yang sebenarnya.

Adapun kesulitan-kesulitan yang terjadi dapat diatasi dengan menerapkan 4 Paradigma, 3 Prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan itu sendiri. Dengan melibatkan kepala sekolah, rekan guru bahkan warga sekolah demi mendapatkan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan murid. Pengambilan keputusan yang tepat akan sangat berdampak pada murid, yang dimana peningkatan disiplin dan cara belajar murid dapat dengan instan meningkatkan kualitas mutu sekolah.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya karena seorang pemimpin pembelajaran terutama dalam bidang pendidikan mampu memberikan dampak positif bagi lingkungannya, guru bisa mengarahkan potensi yang ada pada murid sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya, keputusan yang diambil tentunya adalah keputusan terbaik dan efektif bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri.

 

Pemimpin Dalam Pengelolahan Sumber Daya

 

Mengelola sumber daya merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam suatu komunitas salah satunya adalah di lingkungan sekolah, optimalnya adalah suatu lembaga pendidikan atau sekolah memiliki sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai suatu tujuan visi dan misi yang sudah direncanakan, pentingnya mengelola sumber daya adalah untuk memberdayakan sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya lingkungan apa bila hal ini tidak di kelola dengan baik maka akan membawa dampak yang kurang baik, bisa menjadikan suatu komunitas mati suri atau diam di tempat bahkan tidak mampu bersaing di dalam dunia pendidikan, mengelola sumber daya adalah tanggung jawab bersama dari semua anggota komunitas yang ada sehingga bersama sama mencapai hasil yang maksimal, dengan demikian maka suatu komunitas atau sekolah harus mampu mengoptimalkan sumber daya secara maksimal. Salah satu contoh komunitas adalah sekolah, dalam proses pelaksanaan pembelajaran dibutuhkan seorang pemimpin.

 

Pengelolaan Program Yang Berdampak Pada Murid

 

Hal-hal menarik yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan bagaimana benang merah yang bisa Anda tarik dari keterkaitan antarmateri yang diberikan dalam modul 3.3?

Jawaban :

Setiap sekolah memiliki kekuatan/aset yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan dalam sebuah program sekolah yang berdampak pada murid. Program Sekolah adalah program pendidikan yang diterapkan khusus untuk sekolah sesuai dengan tujuan yang diinginkan sekolah yang disesuaikan dengan aset/kekuatan yang dimilki atau yang ada disekolah dan program yang disusun merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan tidak hanya satu kali tetapi berkesinambungan oleh karena itu program sekolah harus dikelola dengan baik.

Adapun hal baik dari modul pengelolaan program yang berdampak pada murid yakni calon guru penggerak mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk program yang berdampak pada murid, mampu mengidentifikasi tahapan membuat program, mampu memahami proses perencanaan program sampai pelaporan program dengan menggunakan strategi Monitoring, Evaluasi, Learning dan Reporting (MELR) dan mampu mengidentifikasi manajemen risiko dari sebuah program.

 

Apakah kaitan antara pemetaan sumber daya dengan perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid?

Jawaban :

Program sekolah yang berdampak pada murid yakni program yang berfokus pada pengembangan potensi, bakat dan minat belajar murid dan di sertai budaya positif yang membuat setiap murid merasa berbahagia belajar di sekolah dan kaitannya dengan pemetaan sumber daya sangatlah erat dimana untuk saat ini sekolah telah menanfaatkan beberapa modal berbasis aset dan kekuatan, salah satunya modal lingkungan/alam, murid belajar di alam dengan memanfaatkan lingkungan sekolah yang luas dan asri hal ini sangat signifikan dengan program yang berdampak pada murid.

 

Adakah materi dalam modul lain/paket modul lain yang berhubungan dengan materi dalam modul 3.3. ini? Jabarkanlah jika ada.

Jawaban :

Perencanaan merupakan langkah awal yang harus ditempuh sebelum melaksanakan suatu kegiatan program, agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan harapan yang diinginkan. Namun perlu adanya kerjasama oleh semua pihak, dan upaya yang konsisten dan berkesinambungan.

Dalam merancang sebuah program sekolah yang berdampak pada murid dapat dilakukan melalui tahapan BAGJA yang menggunakan paradigma inkuiri apresiatif, yaitu pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan.

o   Kaitan Dengan Modul Filosofi Ki Hajar Dewantara, (Program sekolah yang berdampak pada murid dapat mendukung merdeka belajar dan menuntun murid agar kodrat alam atau potensinya dapat berkembang secara optimal).

o   Kaitan Dengan Modul Inkuiri apresiatif, (Program sekolah yang berdampak pada murid dapat dilakukan dengan pendekatan inkuiri apresiatif melalui langkah BAGJA (melihat kekuatan sekolah lalu dikembangkan agar memiliki ciri khas) yaitu pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan).

o   Kaitan dengan modul pengelolaan aset sekolah, (Program sekolah yang berdampak pada murid bisa dilakukan dan berjalan dengan baik yaitu dengan mengoptimalkan serta memberdayakan aset sekolah agar lebih berdaya guna).

 

Bagaimana kaitan dari semua materi tersebut dengan peran Anda sebagai guru penggerak?

Jawaban :

Kaitan dari semua materi dengan peran sebagai guru penggerak yakni untuk mewujudkan merdeka belajar dan menuntun murid dalam mengoptimalkan kodrat (potensinya). Karena itu guru penggerak harus mampu memetakan aset sekolah, mengelola aset tersebut dan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki sekolah (inkuiri apresiatif) dalam merancang program yang berdampak pada murid dengan tetap mengacu kepada tahapan BAGJA dan tahapan-tahapan yang lainnya.

 

Kesimpulan akhir yang dapat saya tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah untuk mewujudkan transformasi pendidikan harus dimulai dari diri sendiri, bagaimana cara kita dalam mengambil suatu keputusan yang tepat dan efektif bagi banyak orang yang tentunya keputusan tersebut memberikan dampak positif baik untuk murid kita, rekan guru maupun lingkungan kita serta pengambilan keputusan hendaknya tetap memperhatikan nilai-nilai kebajikan dan tidak bertentangan terhadap paradigma, prinsip maupun langkah-langkah pengambilan keputusan dengan tetap mengedepankan pengelolaan program yang berdampak pada murid.