Powered By Blogger

Senin, 28 Juni 2021

1.4.a.9 Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

Koneksi Antar Materi – Budaya Positif





Franciscus Xaverius Deni Iswanto, S.Pd.
CGP Angkatan 2 Kota Bandar Lampung
UPT SD Negeri 1 Pesawahan Kota Bandar Lampung


Penerapan budaya positif di sekolah merupakan sebuah usaha untuk memberikan sebuah perubahan baru. Kualitas sebuah sekolah dapat dilihat dari budaya positif yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sekolah. Semua warga sekolah menjalankan budaya positif di sekolah dalam situasi yang kondusif. Budaya positif sekolah merupakan sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Sekolah sebagai sarana untuk belajar dan mengembangkan bakat siswa yang sudah ada dalam dirinya. Sekolah dapat memfasilitasi semua kebutuhan siswa dengan menerapkan disipilin positif dengan tujuan agar anak terbiasa melakukan hal hal positf. Karakter-karakter positif akan tumbuh dengan sendirinya jika sudah terbiasa.

Budaya positif disekolah tidak mungkin bisa berjalan dengan baik dan berdiri sendiri tanpa ada upaya dari seluruh warga sekolah. Semua warga sekolah menjalankan dan mempertahankan budaya positif yang sudah ada. Menciptakan budaya positif yang bernilai kebebasan tanpa ada paksaan, menghormati anak didik, serta mengupayakan eksplorasi terbimbing sebagai upaya dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Guru hendaknya menjadi teladan bagi siswa dan selalu memberikan semangat ketika melakukan dan menerapkan budaya positif.

Guru dapat mendorong siswa dalam belajar untuk meraih cita-cita. Sebagaimana ungkapan dari Ki Hajar Dewantara "Ing Ngarso Suntulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani". Pembelajaran yang mengutamakan kebebasan kepada seluruh siswa dalam belajar, menerima pembelajaran, serta kebebasan dalam mengeksplorasi diri sebagai pembelajar sejatinya akan mampu melahirkan generasi-generasi anak yang tidak tergantung kepada orang lain dan bisa bersandar atas kekuatan sendiri. Untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, kebhinekaan global, bergotong royong, kratif, bernalar positif, dan mandiri diperlukan guru yang benar-benar memahami filosofi KHD. Guru harus mengetahui posisi kontrol guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak kepada murid. Semua aspek tersebut harus dimiliki oleh seorang guru terutama calon guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran.

Guru penggerak harus bisa menularkan kebiasaan kebiasaan positif bagi teman sejawatnya di sekolahnya. Dalam upaya membangun budaya positif disekolah guru bekerja sama dengan warga sekolah dan orang tua. Guru penggerak memiliki peran kunci dalam pengembangan disiplin positif dengan menciptakan ruang kelas yang berpusat pada peserta didik, bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif di rumah. Kepala sekolah harus memastikan warga sekolah memberikan dukungan kepada guru penggerak dalam menerapkan disiplin positif di sekolah. Guru penggerak mendukung keterlibatan orangtua dalam menerapkan disiplin positif di rumah dengan cara menciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman.

Budaya positif dikelas dirancang melalui kesepaktan kelas oleh guru penggerak dapat diikuti oleh teman sejawat dan dapat diubah menjadi sebuah visi sekolah yang dapat dijalankan oleh warga sekolah. Dalam mewujudkan budaya positif peran guru di kelas adalah membuat kesepakatan kelas bersama murid guna mencapai visi sekolah. Dalam hal membuat kesepakatan kelas, guru senantiasa menegaskan budaya positif yang disepakati dan menjauhkan hukuman ataupun pemberian hadiah sebagai bujukan untuk pembiasaan budaya positif. Hasil kesepakatan kelas dapat ditempel di sudut ruangan agar dapat dilihat oleh seluruh siswa. Jika budaya positif telah menjadi pembiasaan bagi seluruh warga sekolah, niscaya visi sekolah tercapai dan semua warga sekolah nyaman dan dipenuhi cinta kasih di sekolah. Budaya positif yang ada disekolah dapat membantu pencapaian visi sekolah impian. Untuk mewujudkan visi sekolah impian, peran guru penggerak sebagai ujung tombak pendidikan di sekolah sangatlah penting. Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada siswa, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Visi sekolah yang diharapkan adalah siswa yang memiliki kemerdekaan dalam belajar dan memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila. Menuju visi sekolah impian diperlukan kolaborasi dari seluruh warga sekolah. Guru Penggerak dapat menggunakan metode BAGJA sebagai langkah dalam pendekatan inkuiri apresiatif di sekolah. Inti dari pendekatan inkuiri apresiatif adalah nilai positif yang telah ada dan dikembangkan secara kolaboratif. Alur BAGJA diawali dengan buat pertanyaan, ambil tindakan, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi. Berpijak dari hal positif yang ada di sekolah, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam komunitas. Hal tersebut sejalan dengan prinsip Trikon, Ki Hajar Dewantara dimana perubahan bersifat kontinu (berkesinambungan), konvergen (universal), dan konsentris (kontekstual). Apa yang sudah dibuat dari metode BAGJA disatukan dengan kesepakatan kelas yang sudah dibuat dan diselaraskan dengan visi sekolah yang sudah ada dan dapat dijadikan visi sekolah yang baru. Tidak mudah untuk merubah apa yang sudah ada, tetapi dengan tekat dan keyakinan serta dukungan dari semua warga sekolah pasti semua menjadi mungkin. Guru penggerak sebagai motor dari sekolah harus mampu membuat perubahan nyata di sekolahnya.


2 komentar: